‘’Sedekah orong’’ atau lebih dikenal Pesta Ponan sebagai upacara adat yang memiliki sejarah panjang, nilai religi budaya dan dibumbui aroma mitologi sosial. Erat kaitannya dengan konsepsi keyakinan mengenai kesuburan dan keberhasilan produksi pertanian.
ADAT ponan sebagai salah satu potensi wisata Sumbawa yang berbasis pertanian tentunya harus dikembangkan. Dengan segera merumuskan Desa Poto khususnya yang telah melestarikan adat ponan untuk ditetapkan sebagai desa wisata sehingga mempermudah instansi lainnya mengeroyok dengan program selaras.
Sajian masyarakat di Pesta Ponan Sumbawa |
Pesta ponan sebagai agenda tahunan masyarakat tiga dusun, Poto dan Bekat (Lengas) Desa Poto dan Dusun Malili, Kecamatan Moyo Hilir, tahun ini digelar Minggu (13/3/2016) lalu, ramai dipadati ribuan pengunjung dari berbagai wilayah di Sumbawa. Ide Lalo ko Ponan ini lahir didasari adanya kesamaan leluhur dari masyarakat, yang wajib diziarahi setiap tahun. Perjalanan hidup dan kiprah tokoh Haji Batu yang makamnya dianggap keramat terletak di puncak Bukit Ponan. Kisahnya menjelma sebagai mitos dalam masyarakat dan dikenal banyak orang.
Namun maksud sesungguhnya dari upacara adat yang dilestarikan sampai saat ini, karena para leluhur menyadari pentingnya suatu keutuhan dan keharmonisan kekeluargaan dan generasi penerus. Strategi menjaganya dengan menyelenggarakan upacara sebagai media konsolidasi konflik. Pesta ini menjadi sarana untuk berkumpul dan berdoa untuk kesuburan tanaman, minta hujan agar panen berhasil baik di sawah maupun di ladang .
Masyarakat menyusuri sawah menuju bukit Ponan |
Minggu pagi, ibu-ibu membawa penganan dalam dulang yang dijunjung di atas kepala. Selanjutnya pengunjung berbondong bondong datang memenuhi pematang sawah dari semua akses masuk ke Bukit Ponan melewati areal persawahan Orong Rea. Para tamu dan warga masyarakat setempat berbaur tanpa batas. Prosesi acara Doa Tahlilan untuk keselamatan dan dilanjutkan dengan pengenalan sejarah maupun mitos dengan menceriterakan asal – usul kuburan Haji Batu.
Kerumunan masyarakat di Pesta Adat Ponan |
Setelah itu, pengunjung menyantap penganan khusus Ponan, yakni petikal, lepat, buras, dange. Makanan yang berbahan dasar beras dan dibungkus daun pisang ataupun daun kelapa. Bekas sampah makanan dibawa ke sawah dan dibuang untuk menyuburkan tanaman dan mengusir hama.
Budayawan Sumbawa yang kebetulan juga putra Poto, Ariez Sulkarnaen, menjelaskan, tradisi ini mempertahankan kearifan lokal tertata melalui mitos Haji Batu. Sebuah kepribadian nyata mempengaruhi kehidupan masyarakat. Penyelenggaraan Pesta Ponan bukan semata-mata menjalin struktur dengan prinsip vertikal melainkan juga menjalin struktur dengan prinsip horizontal. Hal itu memproses pengembangan SDM yang berjiwa sosial dengan didasari oleh hidup selaras dengan alam. Keselarasan terwujud melalui rasa saling asa, saling sadu, saling satingi, saling sakiki, saling satotang, saling beme, saling pedi dan lainnya. ‘’Jika rasa saling tersebut dijalani dengan baik, maka setiap individu dalam masyarakat akan memiliki harga diri (ila’),’’ujarnya.
Sekretaris Lembaga Adat Tana Samawa (LATS), Syukri Rakhmat, S.Ag, lebih melihat pesta Ponan dari aspek sosial sebagai wadah memperkuat tali silatuurahim masyarakat Tana Samawa. Dilihat dari jajanan khas yang disajikan, berbungkus dedaunan ini akan terpermentasi menjadi pupuk organik yang sangat bermanfaat bagi tanaman.
Sementara Wakil Bupati Sumbawa, Drs. H. Mahmud Abdullah yang hadir di malam pentas seni dan Bukit Ponan, menilai kekuatan nilai religi permohonan kepada Allah SWT, nilai sosial bahkan nilai gotong royong sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan dalam ritual adat ini. Selama 25 hari sejak dirinya diilantik bersama Bupati, H. M. Husni Djibril, pagelaran Adat Ponan ini adalah pagelaran budaya yang pertama dihadiri sebagai representasi dari ikhtiar bersama untuk menjaga sekaligus melestarikan budaya dan adat tau dan tana Samawa.
Saat ini, lanjut Wabup, pariwisata menjadi salah satu sektor sentral yang mampu memberi dampak multi bagi masyarakat. Pengembanganya harus diikuti sektor lainnya secara simultan dan dinamis mengikuti pola dan tuntutan sebuah khasanah pariwisata. “Saya dan kita semua yang hadir di sini sepakat bahwa suatu hari nanti adat ponan ini akan menjelma seperti bau nyale di Lombok Tengah yang telah menjadi destinasi wisata NTB bahkan kalau bisa melebihinya. Adat ponan berbasis pertanian tentunya juga harus kita kembangkan bersama-sama, bukan hanya Dinas Pariwisata saja yang bertanggung jawab, namun juga dinas lainnya turut andil mengembangkannya. Misalnya Dinas
Pertanian terus menerus membina masyarakat tani di wilayah ini, Dinas PU menyuplai infrastrukturnya, Dikpoperindag membina sentra-sentra ekonomi kreatif masyarakat dan sebagainya. Jika ini kita lakukan bersama, maka selanjutnya promosi dan ekpose secara masif tentu harus kita lakukan untuk mewujudkan adat ponan ini sebagai destinasi unggulan daerah, NTB bahkan nasional nantinya,”tekadnya.
Untuk itu, H. Mo, panggilan akrab Wabup, menginstruksikan kepada Disporabudpar, Bappeda dan stakeholder lainnya agar segera merumuskan dan menyampaikan konsep penetapan Desa Poto khususnya yang telah melestarikan adat ponan atau dengan beberapa desa lainnya yang potensial pariwisatanya di Kabupaten Sumbawa untuk ditetapkan sebagai desa wisata. Sehingga akan mempermudah bagi instansi lainnya mengeroyok dengan program-program yang selaras.
Program terdekat yang bisa dilakukan, membenahi akses jalan secara permanen menuju Bukit Ponan dari ke tiga poros dusun. Merujuk pada otokritik tema Ponan tahun ini, Gerakan Ponan Bawa Batu. Setiap pengunjung membawa sekepal batu untuk kemudian diletakan diatas jalan berlumpur sepanjang menuju bukit ponan. ‘’Ini tamparan bagi Pemkab. Makanya jalan ini harus segera dibenahi,’’tukas Wabup.
Kabag Humas Setda Sumbawa, Rachman Ansori, M.Se, menambahkan, Desa Poto sangat berpotensi dijadikan sebagai desa wisata. Tinggal rumusan yang jelas dari SKPD terkait. Apalagi di Desa Poto juga memiliki kerajinan sesek (tenun tradisonal) dan sanggar seni. Bahkkan untuk tahun berikutnya, perlu digagas kegiatan seni selama seminggu menjelang Ponan di Sumbawa. Dengan membuat kompetisi seni, ekspose hasil kerajinan daerah dan lainnya yang bisa memberikan imbas secara ekonomi bagi masyarakat setempat. ‘’Inilah salah satu media membuka ruang kreativitas sekaligus membangun ekonomi kreatif di wilayah ini,’’tukasnya.
0 komentar:
Post a Comment